*) Ilustrasi dari UNESCO.
Penetapan situs pusaka dunia yang rutin diadakan oleh UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menjadi salah satu ajang bergensi dalam bidang kebudayaan di dunia. Tahun lalu, tepatnya pada 10 Juli 2019, Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto atau Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto, telah resmi ditetapkan sebagai situs pusaka dunia.
Wilayah Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto yang ditetapkan terbagi menjadi tiga area yaitu, Kota Tambang Sawahlunto, fasilitas dan infrastruktur perkertaapian, dan fasilitas penyimpanan batubara di Emmahaven atau Pelabuhan Teluk Bayur. Tiga area tersebut tersebar dalam tujuh kota/kabupaten. Sehingga dalam pengelolaannya memerlukan kerjasama lintas wilayah dan instansi.
Dengan ditetapkannya kawasan ini sebagai situs pusaka dunia, di belakangnya akan mengikuti kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan untuk menjaga status tersebut. Dr. Jonny Wongso, S.T., M.T. dari program studi arsitektur Universitas Bung Hatta, yang ditemani oleh Bapak Deri Asta, S.H., M.H.—Walikota Sawahlunto, Rahmat Gino Sea Games—Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah, dan Permuseuman Kota Sawahlunto, membagikan pengalamannya mengenai proses penetapan tersebut, yang dipandu oleh Punto Wijayanto, dalam Diskusi Pelestarian Bulanan BPPI. Topik yang diangkat pada diskusi pelestarian ini adalah Sawahlunto Pasca UNESCO World Heritage.
Disampaikan oleh Bapak Jonny Wongso, setelah ditetapkan, ada beberapa poin yang harus ditetapkan dan dilaporkan di akhir tahun 2021. Meski begitu, poin-poin tersebut dapat terhambat karena masih ada beberapa lokasi yang tidak masuk sebagai cagar budaya nasional, perlu membuat ruang pendukung untuk menyusun peraturan perundangan yang melarang aktivitas-aktivitas yang dianggap membahayakan situs, serta memastikan atribut kota lama Sawahlunto. Selain itu, status kepemilikan yang beragam—beberapa objek di kawasan ini dimiliki oleh pemerintah, perusahaan (tambang) swasta, yayasan, dan perseorangan—juga menyulitkan pengelolaannya.
Berdasarkan hal tersebut, Bapak Jonny mengusulkan untuk mendirikan satu kantor penglola pusat yang tugasnya mengawasi kawasan ini, serta dibantu oleh setiap satu kantor pengawas di setiap kota/kabupaten yang termasuk dalam kawasan ini. Selain itu, perlu dievaluasi kembali mengenai perubahan struktur organisasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang berpengaruh pada struktur di Tambang Batubara Ombilin.
Dengan waktu satu tahun yang diberikan oleh UNESCO, ada baiknya waktu tersebut digunakan oleh berbagai pihak yang terkait untuk bekerja sama dan menyinergikan langkah-langkah berikutnya yang akan dilakukan. Jangan sampai, kita kehilangan status pusaka dunia ini karena selain untuk menarik wisatawan, titel situs pusaka dunia ini juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat, serta dapat meningkatkan kepercayaan diri kita sebagai bangsa, dalam menerapkan nilai-nilai penting yang terkandung dalam situs tersebut. (ISK)