Kamis, 22 April 2021, adalah hari terakhir rangkaian acara INTO Online 2021, sebuah rangkaian konferensi daring bersama lebih dari 80 organisasi pelestarian dari seluruh dunia untuk berbagi strategi dalam membangun ketangguhan bersama. Mengundang pakar pelestari global dari berbagai latar belakang, selama tiga hari peserta dapat mendalami kembali serta menjelajahi tema ketangguhan pelestarian dari kediaman masing-masing.
Panel “Perluasan Wawasan Pelestarian” (“Expanding Horizons”) adalah acara terakhir di hari ketiga INTO Online. Dalam sesi ini, Ketua INTO Dame Fiona Reynolds berbagi pikiran dengan tiga duta besar INTO: HH Maharaja Gajsingh dari Marwar-Jodhpur; HRH Princess Dana Firas dari Yordania; dan Hashim Djojohadikusumo dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI/Indonesian Heritage Trust) yang banyak bermitra dengan Yayasan ARSARI Djojohadikusumo. Para pejuang pelestari dari berbagai latar belakang namun berbagi semangat yang sama dalam pelestarian ini berbagi perspektif dan pemikiran mengenai pusaka budaya, baik benda maupun takbenda, dan kaitannya pada masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Sebagai sesi pamungkas konferensi di tahun 2021 ini, para tokoh ini mempertimbangkan bagaimana warisan dari masa lalu dapat membantu membangun komunitas budaya yang tangguh di masa kini.
Beberapa tantangan yang dikemukakan dalam sesi ini antara lain: 1) bagaimana membangun organisasi dan komunitas yang lebih tangguh, 2) bagaimana menghubungkan komunitas dengan budaya lokal dan lingkungan di sekitar mereka, dan 3) peranan apa saja yang bisa dilakukan organisasi pelestarian yang menjunjung keberagaman dan kesetaraan.
Kondisi pandemi Covid-19 ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh organisasi maupun individu pelestarian, namun di sisi lain kondisi ini juga menjadi ajang refleksi untuk membenahi pendekatan menuju pelestarian yang lebih ramah lingkungan. Kondisi pariwisata di negara seperti Yordania dan Indonesia yang terseok-seok karena Covid-19 telah menunjukkan bagaimana selama ini kita terlalu tergantung dan mengeksploitasi potensi pariwisata dalam upaya pelestarian. Walaupun pendapatan dari turisme menurun drastis, namun dapat ditemukan juga sisi positif dari kondisi ini yaitu terbongkarnya perdagangan ilegal spesies langka, juga berkurangnya sampah dan polusi lingkungan yang biasanya tak terhindari di situs cagar budaya yang menjadi tujuan pelancong. Hal ini bisa menjadi refleksi dan pertimbangan ketika membuka kembali lokasi-lokasi cagar budaya ini, khususnya di Indonesia yang saat menjadi tuan rumah acara International Conference of National Trust (ICNT) tahun 2015 mendapat banyak masukan dari aktivis pelestarian global bahwa salah satu bahaya laten pelestarian adalah sampah dan limbah yang datang dari pariwisata yang tak terkontrol.
Salah satu yang bisa dilakukan antara lain mengembangkan agenda “pariwisata yang bertanggung jawab”. Pariwisata yang mempertimbangkan kapasitas situs, dan tidak sekedar menekankan pada obyek cagar budaya tetapi juga pada kearifan lokal penduduk dan hubungan mereka dengan situs tersebut, sebagai salah satu bentuk ketangguhan.
INTO sebagai sebuah wadah internasional dari jaringan tokoh-tokoh pelestarian telah berperan dalam upaya pelestarian di berbagai negara. Di antaranya adalah membawa permasalahan situs cagar budaya ke ranah internasional, membuatnya diperhatikan dan mempermudah situs dan komunitas untuk mendapatkan bantuan pelestarian yang relevan sebagaimana terjadi di Yordania. Tak hanya pelestarian situs cagar budaya, tetapi juga pelestarian lingkungan di mana keterlibatan INTO dalam mengkritisi dampak negatif pariwisata telah memperkuat posisi tokoh-tokoh advokasi lingkungan, termasuk di dalamnya Hashim Djojohadikusumo, dalam melobi pemerintah untuk memperjuangkan pelestarian lingkungan di Indonesia.
Pada akhirnya, bekerjasama dapat mencapai lebih banyak hal daripada bekerja sendiri. Tantangan pelestarian memang kompleks dan berlapis-lapis, namun dapat diatasi dengan kolaborasi untuk menemukan solusi terbaik lewat pengalaman masing-masing. Semoga kerjasama ini bisa terus berlangsung sampai kita bisa membangun sistem yang tidak lagi berfokus semata pada uang, tetapi pada apa yang lebih penting bagi kelanjutan planet ini dan manusia yang mendiaminya.
.
.
Profil singkat para panelis:
Dame Fiona Reynolds
Ketua Board of Trustee INTO sejak tahun 2015. Setelah mengomando National Trust of England, Wales and Northern Ireland sejak 2001-2012, beliau membawa pengalamannya yang luas dalam bidang pelestarian ke dalam INTO. Setelah selesai dengan National Trust, beliau menjadi Master of Emmanuel College, Cambridge, yang masih ditekuninya sampai sekarang.
His Highness the Maharaja Gaj Singh II of Marwar-Jodhpur
Managing Trustee dari Mehrangarh Museum Trust, pionir pariwisata berbasis budaya di India, serta anggota Governing Council of the Indian National Trust for Art and Cultural Heritage (INTACH), Founding Trustee dan Ketua Jal Bhagirathi Foundation, sebuah inisiatif pelestarian sumber daya air di area sebelah barat Rajasthan, Trustee di Indian Trust for Rural Heritage and Development.
HRH Princess Dana Firas of Jordan
Presiden dari Petra National Trust, organisasi non-pemerintah dalam bidang pelestarian budaya yang tertua di Yordania, Putri Dana telah berjuang selama lebih dari 20 tahun untuk mendorong pelestarian budaya, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan dalam berbagai kapasitas di Yordan dan Amerika Serikat. Beliau menikah dengan Pangeran Firas bin Raad, sepupu Raja Abdullah dari Yordania.
Hashim Djojohadikusumo
Sebagai pebisnis ternama juga sosok yang dikenal sangat dermawan, Hashim Djojohadikusumo telah mendedikasikan 20 tahun terakhir ini mengatasi berbagai permasalahan sosial di Indonesia. Sebagai Ketua Dewan Pembina dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI/Indonesian Heritage Trust) dan pendiri Yayasan ARSARI Djojohadikusumo, Hashim telah mencapai banyak hal di bidang pelestarian, termasuk di antaranya adalah menyelamatkan, merehabilitasi, dan melepas Harimau Sumatra, mendukung program penyelamatan orangutan dan beruang madu di Kalimantan, dan memastikan kesejahteraan populasi gajah liar di Sumatra.